Gerakan Pembumian Pancasila: Orang Muda Bertekad Merawat Keindonesiaan

 

Jakarta. Dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2022 yang ke-94, Gerakan Pembumian Pancasila mengadakan malam refleksi via zoom. Hadir ratusan peserta dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Peringatan sumpah pemuda tahun ini mengambil tema: “Bangkitkan Semangat Persatuan dan Kesatuan dalam Membangun Kepemimpinan Pancasila sebagai Upaya Mewujudkan Cita-Cita Revolusi Indonesia”. Acara ini dimoderatori oleh intelektual muda asal  Sumatera Barat, Afrifan Eldo Yura.

Dalam refleksi pengantar, Ketua Umum DPP Gerakan Pembumian Pancasila, Dr. Antonius Manurung, M.Si mengatakan pentingnya Kepemimpinan Pancasila untuk Indonesia, terutama karena dua alasan. Pertama, kepemimpinan Pancasila merupakan kekuatan untuk bisa mencegah dan mengatasi segala bentuk dan manifestasi radikalisme-fundamentalisme-transnasional yang akhir-akhir ini mencoba menanamkan kekuatannya (penetrasi dan infiltrasi) di bumi Indonesia; kedua, Indonesia yang memiliki spiritualitas Nusantara tidak boleh dieksploitasi oleh kekuatan asing terutama neoliberalisme, neoimperialisme, dan neokapitalisme.

“Kepemimpinan Pancasila merupakan prasyarat utama untuk bisa mewujudkan revolusi nasional, yaitu membangun Sosialisme Indonesia menuju masyarakat bangsa yang berkeadilan dan berkemakmuran” ungkap  Antonius, Doktor Psikologi UMB ini.

Pancasila sebagai sublimasi dan kristalisasi nilai-nilai dan keutamaan hidup bangsa Indonesia merupakan pemikiran revolusioner bangsa Indonesia untuk bersatu, memiliki rasa kebangsaan yang sama, tanah air dan jiwa bangsa yang satu.

Bahkan Bung Karno pernah menegaskan bahwa dari Sabang sampai Merauke bukanlah sekadar satu kesatuan kebangsaan, tetapi juga kesatuan jiwa, satu kesatuan cita-cita nasional dalam ketuhanan, kemanusiaan internasionalisme, persatuan Indonesia, musyawarah-mufakat, dan keadilan sosial, menjadi sumber rujukan yang paling otentik di dalam membumikan Pancasila.

Para reflektor yang merupakan orang muda datang dari berbagai daerah dan suku bangsa dengan latar belakang yang berbeda mencoba memberikan hasil permenungan, harapan, keprihatinan terhadap situasi bangsa saat ini.

Audrey Zerlina (mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana), yang dalam malam refleksi sumpah pemuda ini berperan sebagai master of ceremony juga mengutarakan keprihatinannya. “Salah satu keprihatinan Sumpah Pemuda adalah bahasa Indonesia. Padahal bahasa merupakan salah satu aspek yang juga sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik mulai hilang dan mulai tergerus oleh bahasa asing.” Ungkap Audrey.

Afrifan Eldo Yura, sebagai pemandu refleksi mengungkapkan optimisme akan masa depan Indonesia karena relatif masih cukup banyak generasi muda yang masih memiliki  kegelisahan dan keinginan yang kuat untuk melakukan perubahan menuju Indonesia yang dicita-citakan para pendiri bangsa.

Putri Minang, Nurul Jannah yang saat ini sedang kuliah di program studi Hubungan Internasional Universitas Riau dalam refleksinya menyatakan Sumpah Pemuda merupakan peristiwa besar dan merupakan awal kesadaran dan cikal bakal lahirnya kemerdekaan Indonesia. Lebih jauh, Nurul, salah satu peserta terbaik Diskursus Pancasila yang diselenggarakan DPP GPP menegaskan bahwa pemuda adalah sumber kekuatan utama revolusi dan Sumpah Pemuda merupakan momentum membangkitkan kembali gelora kebangsaan.

Angelo Basario Marhaenis Manurung, bersuku bangsa Batak yang saat  ini sedang belajar di Fakultas Psikologi Universitas Udayana ini mengatakan bahwa aset dan modal terbesar bangsa Indonesia adalah persatuan, persaudaraan, kerukunan. “Marilah pemudi-pemuda bersama-sama menjaga persaudaraan kebangsaan, merawat persatuan dan kesatuan, serta menjaga kerukunan. Budaya Nusantara inilah yang mempersatukan kita semua dengan spirit Pancasila sebagai roh persatuan, seru Angelo di depan para peserta malam refleksi. Lebih jauh, Angelo menekankan tugas kita semua sebagai pemuda dalam melanjutkan cita-cita pemuda 1908, 1928, 1945 adalah membantu menurunkan indeks kesenjangan masyarakat bangsa dan membangun harkat dan martabat bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa merdeka.

Selanjutnya, Elvensias Umbu Maramba Awang, pemuda Sumba NTT menstimulir peristiwa Sumpah Pemuda yang berlangsung 94 tahun yang lalu adalah hal yang sakral. Sumpah pemuda menjadi kekuatan pemersatu mewujudkan Indonesia Merdeka. Kemerdekaan Indonesia sejatinya menjadi jembatan emas menuju masyarakat Sosialisme Indonesia dengan TRISAKTI: Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan sebagai pedoman untuk mewujudkan amanat penderitaan rakyat, ujar Elvensias.

Dewa Ayu Srinadi putri Bali yang saat ini sedang menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana merefleksikan Sumpah Pemuda lewat puisi “Gerakan Asah Harapan Bangsa”, yang diciptakannya sendiri. Puisi yang disusun dari huruf-huruf Bhinneka Tinggal Ika ini sangat menginspirasi, mengajak para pemuda untuk bergerak dan mengarahkan dirinya menjadi pemimpin dengan napas Pancasila. Pemuda harus menjaga harmonisasi, menghindari perpecahan, menghormati perbedaan dan keberagaman dengan menggunakan falsafah Sapu Lidi, imbuh Dewa Ayu.

Pemuda bersuku bangsa Muna, dari Sulawesi Tenggara, Zulzaman dalam refleksinya menyetir tema Perayaan Sumpah Pemuda ke-94 yang diselenggarakan oleh DPP Gerakan Pembumian Pancasila. Lebih jauh, Zulzaman menekankan 3 (tiga) hal yang penting disadari kembali dalam Perayaan Sumpah Pemuda: pertama ikrar para pemuda pada 28 Oktober 1928, kedua adalah sila-sila Pancasila sebagai nilai-nilai luhur, dan ketiga semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai kekuatan pemersatu. Ketiga hal tersebut seyogyanya harus menjadi dasar dalam mewujudkan cita-cita revolusi nasional, ujarnya.

Febriansyah Rifqi, bersuku bangsa Jawa, berasal dari Salatiga Jawa Tengah dalam refleksi awalnya mengungkapkan cita-cita Negara Pancasila sebagai kekuatan bangsa dan negara Indonesia. Untuk itu perlu ada perubahan dan pemimpin perubahan sebagai panutan yang bisa mengatasi berbagai kompleksitas permasalahan bangsa. Di akhir refleksinya, Febri menggetarkan para peserta refleksi melalui puisi  yang diciptakannya pada September 2018. Puisi ini mengungkapkan keprihatinan mendalam dimana bangsa Indonesia saat ini tidak lagi berkepribadian dalam kebudayaan. Bagaimana masa depan generasi bangsaku???

M. Kadafi Rumin bersuku bangsa Dayak Uut Danum dari Kalimantan Tengah mengatakan bahwa kekuatan orang muda yang mencintai bangsanya menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kokoh, kuat, dan berkemajuan. Perayaan Sumpah Pemuda mengingatkan kita semua akan pentingnya semangat persatuan, yang dimulai dari Pergerakan Budi Utomo, dkk dengan Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, Sumpah Pemuda, hingga Proklamasi, ujar Kadafi.

“Kondisi bangsa saat ini, munculnya kelompok-kelompok yang menganut paham radikalisme, nasionalisme kedaerahan, dan berbagai wujud lainnya perlu terus diwaspadai oleh kita bersama.” ungkap Kadafi dalam refleksinya.

Sementara Kathlyn Allysha, mahasiswi Fakultas Kedokteran UKRIDA (seorang Putri Tionghoa yang berasal dari Cirebon) ini berharap agar pemuda/i Indonesia terus berkarya dengan kreativitas dan inovatif dengan caranya masing-masing, tanpa mengesampingkan jiwa persatuan untuk tujuan yang sama, yaitu mengharumkan negeri ini.

Jangan lupa akan cita-cita Sumpah Pemuda: bertumpah darah yang satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia, ujarnya. “Saya prihatin ketika melihat adanya persenggolan antar pertemanan yang memicu perlombaan tidak suportif dan saling menjatuhkan, hanya karena perbedaan suku bangsa atau agama,” Ungkap Mojang Cirebon ini.

Sementara Saepul Iskandar, Pemuda dari  Sunda, Jawa Barat, yang sedang menempuh Pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Udayana, Bali di awal refleksinya mengingatkan kembali betapa Sumpah Pemuda sebagai cerminan rasa cinta pemuda pada Indonesia sangatlah berarti bagi generasi muda masa kita. Memaknai Sumpah Pemuda memberikan harapan di hari Sumpah pemuda ini, yaitu komitmen orang muda dalam sumpah pemuda menjadi pondasi dari persatuan dan kesatuan bangsa di tengah keprihatinan adanya kecenderungan sikap acuh para pemuda menyikapi kompleksitas permasalahan bangsa saat ini, imbuh Saepul.

Rachel Gefilem, seorang Sarjana Kedokteran UKRIDA yang berasal dari Sorong, bersuku bangsa Moi, Papua Barat mengungkapkan refleksinya dengan bersenandung. Beberapa   lagu-lagu Nusantara sebagai kekayaan budaya bangsa dinyanyikannya dengan khusyuk dan syahdu. Melalui lagu, Rachel mengajak kita semua untuk menghargai keberagaman Nusantara dan bersatu untuk mewujudkan tujuan yang mulia, dimana seluruh masyarakat bangsa dapat mengalami kedamaian, keadilan, dan kemakmuran. Di akhir refleksinya, Rachel menekankan Sumpah Pemuda harus diperingati dengan gegap gempita untuk menumbuhkan semangat pemuda sepanjang waktu.

Selanjutnya, Dr. Gunawan Djayaputra, S.H., S.S., M.H., menyampaikan benang merah refleksi dengan diawali apresiasi kepada semua reflektor yang telah menyampaikan refleksinya melalui perenungan, ungkapan puisi dan lagu. Mari kita membangkitkan persatuan dan kesatuan sebagai prasyarat utama upaya membangun kepemimpinan Pancasila dalam mewujudkan cita-cita revolusi nasional, terutama masyarakat Sosialisme Indonesia dan tata dunia baru  melalui TRISAKTI sebagai pedoman, ujar Bendahara Umum DPP GPP ini. Untuk itu, sekali lagi mari kita waspada dengan 2 (dua) musuh revolusi, yaitu kekuatan radikalisme-fundamentalisme-transnasional serta kekuatan neoliberalisme (neolib) dan neokolonialisme-imperialisme (nekolim), imbuhnya.

Dalam refleksi penutup, Sekjen DPP Gerakan Pembumian Pancasila Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum mengatakan apresiasi yang tinggi kepada orang muda yang dengan berbagai cara mengungkapkan, mewujudkan rasa nasionalisme. Ini menjadi modal besar dimana kita sedang menuju bonus demografi, dimana orang muda bersiap-siap melanjutkan keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

“Saya menyaksikan antusiasme orang muda yang berkumpul malam ini dari berbagai latar suku bangsa yang ada di Nusantara dengan segala keprihatinannya, harapan untuk terus gelisah memikirkan bangsanya agar suatu saat nanti semakin maju, berdaulat, sejahtera, berkeadilan, dan berkemakmuran bertumpuh pada semangat Sumpah Pemuda” ungkap Dr. Bondan, sejarawan, Universitas Indonesia ini. (TD)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *