REKOMENDASI KEBANGSAAN DEWAN PIMPINAN PUSAT GERAKAN PEMBUMIAN PANCASILA DALAM RANGKA DISKUSI PUBLIK VIII BERTEMAKAN “MEMBANGUN KEPEMIMPINAN PANCASILA, SOLUSI MENGATASI KOMPLEKSITAS PERMASALAHAN BANGSA”
REKOMENDASI KEBANGSAAN
DEWAN PIMPINAN PUSAT GERAKAN PEMBUMIAN PANCASILA
DALAM RANGKA DISKUSI PUBLIK VIII BERTEMAKAN “MEMBANGUN KEPEMIMPINAN PANCASILA, SOLUSI MENGATASI KOMPLEKSITAS PERMASALAHAN BANGSA” DENGAN SUB TEMA URGENSI KEPALA NEGARA UNTUK MELURUSKAN SEJARAH DENGAN PENCABUTAN KEPPRES NO. 153/1967 TENTANG HARI KESAKTIAN PANCASILA”
No. 018/RK/DPP-GPP/X/2022
Salam Pancasila !!!!
Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pembumian Pancasila bersama sejumlah komponen bangsa menyelenggarakan Peringatan Gerakan Satu Oktober pada hari Sabtu, 1 Oktober 2022 melalui luring di Gedung Juang 1945 dan Daring (zoom virtual). Sebagai kontribusi konkret bagi Bangsa dan Negara, Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pembumian Pancasila dengan tulus, jujur, dan penuh tanggung jawab menyampaikan rekomendasi kebangsaan berikut ini:
1) Demi rekonsiliasi nasional dan bukan didasarkan atas rasa dendam, ‘KITA/ merindukan perlu diterbitkannya kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang sebelumnya sudah pernah terbit dengan UU No.27 Tahun 2004 yang selanjutnya telah dibatalkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No.006/PUU-IV/2006. UU KKR sangat perlu untuk dipertimbangkan penerbitannya untuk mengungkap pelanggaran HAM berat di masa lalu. Dengan demikian, tidak akan ada lagi penyelewengan sejarah, pengkhianat-pengkhianat bangsa, perseteruan politik, sikap saling mencurigai sebagai sesama anak bangsa, dan upaya-upaya asing untuk memecahbelah persatuan-kesatuan bangsa dan negara INDONESIA.
2) Demi prinsip kejujuran dan kebenaran, maka Keputusan Presiden No. 153 Tahun 1967 harus dicabut karena apa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober secara substantif bukanlah representasi dari Kesaktian Pancasila. Adanya peringatan Kesaktian Pancasila selama masa pemerintahan Orde Soeharto digunakan untuk delegitimasi terhadap Hari Kelahiran Pancasila yang jatuh pada tanggal 1 Juni 1945. tidak sesuai dengan sejarah perjalanan bangsa dan sarat dengan pengkhianatan bangsa.
3) Demi kewibawaan Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara merdeka serta upaya memperjuangkan Sukarno sebagai Bapak Bangsa, maka TAP MPRS XXXIII/1967 harus dicabut. Berdasarkan Pasal 6 butir 30 TAP No. I/MPR/2003 dinyatakan bahwa TAP MPR No. XIII/MPRS/1967 secara yuridis dinyatakan sudah selesai, sudah tidak ada lagi, dan sudah tidak berlaku lagi. Sementara perlu disadari bahwa keberadaan TAP No. I/MPR/2003 memiliki logical fallacy (kesesatan logika) yang mendukung: a) false dicotomy (black or white), b) hasty generalization (overgeneralization), dan c) appeal to authority. Ditambah lagi penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional tidaklah cukup bagi bangsa Indonesia untuk memastikan status hukum dan persoalan stigma politik Bung Karno di masa hidupnya terhapus atau anggapan tidak adanya cacat hukum dalam diri Bung Karno. Proses politik pasca Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, khususnya terkait Bab II Pasal 6 TAP MPRS No. XXXIII/1967 belum dilakukan secara serius oleh pemerintah. “Pulihkan Nama Baik Sukarno Bapak Bangsa untuk Indonesia Yang Lebih Beradab dan Bermartabat”. “Bebaskan Sukarno dari Jerat Tap MPRS XXXIII/MPRS 1967 Menuju Upaya Terbitnya TAP MPR RI Tentang Sukarno Bapak Bangsa”.
Salam Pancasila !!!
Jakarta, 1 Oktober 2022
Ketua Umum DPP GPP Dr. Antonius D. R Manurung, M. Si
Sekretaris Jenderal DPP GPP Dr. Bondan Kanumoyoso, M. Hum