Tanggapan Kritis Diskusi Publik VII: “Pulihkan Nama Baik Sukarno Bapak Bangsa”

Jakartatv.com-Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum sebagai penanggap pada diskusi VII yang dilaksanakan DPP Gerakan Pembumian Pancasila ini mengatakan “ Pada dasarnya saya setuju dengan apa yang sudah disampaikan oleh Dr. Drs.Chandra Setiawan, M.M., Ph.D dalam Opening Speechnya, juga oleh kedua Narasumber; Ketua Umum DPP GPP Dr. Antonius D.R Manurung, M.Si dan Prof.Dr. Arief Hidayat, SH, M.S terkait dengan urgensi pemulihan nama baik Sukarno dalam upaya terbitnya Tap MPR RI/UU tentang Sukarno Bapak Bangsa.

Baik saya akan menanggapi apa yang sudah disampaikan ujar Dr. Bondan, Sekjen DPP GPP menyampaikan beberapa tanggapan kritis dalam diskusi publik VII terkait dengan TAP MPRS no XXXIII tahun 1967 ini.
Pertama-tama penting memahami tema dan sub tema diskusi publik dalam perspektif kesejarahan. Kalau kita ingin menarasikan kembali masalah-masalah yang terkait dengan apa yang terjadi di tahun 1965, kita harus mengembalikan kembali situasi dan kondisi apa yang sebenarnya terjadi di tahun 1965. Bagaimana sebetulnya posisi Sukarno, sehingga bisa terbit TAP MPRS No XXXIII Tahun 1967 yang tentu saja tidak terlepas dari konteks nasional dan internasional, bagaimana Indonesia pada saat itu sedang diancam oleh situasi perpecahan yang luar biasa yang kalau kita mencermati kembali perjalanan bangsa Indonesia ketika itu ada kekuatan-kekuatan di dalam negeri dan luar negeri (kekuatan-kekuatan global yang memang berkepentingan terhadap perkembangan situasi di Indonesia), ujar sejarawan UI ini.

 

Ketika itu yang dihadapi oleh Sukarno adalah bukan saja masyarakat Indonesia tapi juga masyarakat dunia. Saya yakin betul bahwa Sukarno sebagai seorang tokoh memahami betul realitas politik ketika itu. salah bersikap, yang terancam bukan saja bung Karno dan para pengikutnya tapi adalah bangsa Indonesia secara keseluruhan, imbuh Dr. Bondan, yang saat ini menjabat sebagai Dekan FIB UI.

 

Dr. Bondan yakin bahwa setelah peristiwa 1965 dan berbagai tuntutan kejadian yang mengikuti kejadian 1 Oktober 1965, dapat dianalisa dengan baik oleh Bung Karno dan melihat dengan jernih bahwa peristiwa ini sebetulnya bukan sekedar masalah upaya-upaya untuk menjatuhkan Sukarno, bukan juga upaya misalnya untuk mendiskreditkan kekuatan-kekuatan yang mendukung Sukarno. Tetapi lebih dari pada itu, ini ada upaya-upaya untuk menghancurkan bangsa Indonesia. Nah ini harus di pahami oleh karena itulah kemudian Sukarno dengan kearifan dan pemahamannya yang mendalam tentang situasi ketika itu bisa menempatkan diri untuk kemudian mengambil sikap yang mungkin bagi sebagian orang menjadi sebagai tanda Tanya.

 

Banyak pengikut Sukarno yang sampai saat ini masih memunculkan tanda tanya kenapa Bung Karno tidak mengambil suatu sikap yang tegas dalam menghadapi situasi saat itu. Sukarno memahami betul arti penting dari pada perannya didalam perjalanan bangsa Indonesia. Dia mengambil keputusan yang paling tepat dan bijaksana ketika itu adalah dengan membiarkan ataupun merelakan kekuasaannya ketika itu dicopot. Sukarno bisa menerima dengan jiwa yang besar dengan keluarnya TAP MPRS No XXXIII Tahun 1967.

Dr. Bondan menegaskan sebuah ketidak yakinan bahwa ada pemimpin di Indonesia, bahkan di dunia seperti Sukarno, yang bisa melakukan hal yang seperti itu. Bagaimana sejak tahun 1965 sampai 1967 proses pencopotan dirinya sebagai Presiden dilakukan secara sistematis dan didukung oleh kekuatan-kekuatan global. Ini persoalan Sukarno dan tatanan global bagaimana kemudian dia memutuskan bahwa memang sudah pada waktunya untuk undur diri dari panggung politik Indonesia. Saat ini kita mulai melihat kebenaran-kebenaran tentang apa yang disampaikan oleh Sukarno.

Penanggap kedua, Dr. I Gede Dewa Palguna, S.H., M.Hum mengatakan “saya akan mencoba memberikan perspektif yang berbeda. Kalau tadi pak Manurung sudah mengulas materi cukup tajam kemudian oleh Prof Arief cukup bijaksana dengan menekankan sikap kehati-hatian dan menawarkan cara yang lebih bijak. Begitu juga, dalam kesempatan ini juga telah menerima pembelajaran dari Dr. Bondan, seorang sejarawan yang mendalami dengan baik peristiwa yang terjadi disekitar atau pra dan sampai keluarkan TAP MPRS yang masih menjadi persoalan hingga saat ini, ujar Dr. Palguna, yang pernah menjadi Hakim Konstitusi MK RI ini.

 

Tapi pertanyaan mendasarnya pasti ada sesuatu yang luar biasa yang perlu diungkap. kalau tidak begitu, bagaimana sampai sekarang Amerika Serikat belum menyatakan arsip-arsip yang berkaitan dengan tahun itu declassified. Rahasia yang paling gawat untuk Amerika Serikat sudah dibuka, sementara yang untuk urusan kita belum bisa di declassified hingga sekarang ini. Pasti ada sesuatu yang luar biasa di situ. Dan itu justru menurut saya mengkonfirmasi apa yang disampaikan oleh Dr.Bondan betapa  sesungguhnya nama Bung karno begitu besar, sampai-sampai negara-negara lain khawatir dengan keberadaan Bung Karno, khususnya apa yang disebut sebagai negara-negara maju pada waktu itu yang tidak ingin Indonesia menjadi negara besar.

 

Dengan kebesaran Bung Karno, muncul pertanyaan mendasar, siapa sebenarnya bangsa Indonesia itu? Adakah tokoh nasional kita yang memberi definisi tentang Indonesia selain Bung Karno. Mari kita buka sejarah mohon kalau saya keliru saya dikoreksi ya. Seingat saya, belum ada tokoh nasional kita yang memberikan definisi tentang bangsa Indonesia kecuali Bung Karno lewat pidato 1 Juni 1945. Dan itu beliau sampaikan untuk menjawab tantangan ketua BPUPK pada waktu itu ketika para anggota diminta pemikiran tentang apa Dasar Negara Indonesia Merdeka.

Bung Karno menjawab pertanyaan itu dengan terlebih dahulu menyatakan sebelum memberikan apa Dasar Negara kita, mari kita definisikan dulu siapa bangsa Indonesia itu. Dan kemudian Bung Karno memberikan penjelasan.

Coba kita buka-kembali risalah itu, Bung Karno mengatakan bangsa Indonesia itu tidak cukup kalau hanya mengikuti pendapatnya Ernest Renan bahwa sebuah bangsa itu lahir adalah karena ada perasaan bersatu, perasaan ingin bersatu. Kemudian juga beliau mengutip pendapat seorang filsuf, Otto Bauer yang mengatakan bahwa bangsa itu lahir karena adanya persamaan karakter, persamaan nasib. Bung Karno mengatakan Indonesia tidak cukup dengan itu, itu definisinya sudah agak ketinggalan karena waktu kedua tokoh itu menyampai kan definisi belum berkembang suatu ilmu yang namanya ilmu geopolitik kata Bung Karno, imbuh Dr. Palguna.

Lalu, bangsa Indonesia itu siapa? Apakah bangsa Indonesia itu orang Minang, apakah orang Indonesia itu orang batak dan seterusnya… bukan . apakah orang Indonesia itu akan kita definisikan karena kesamaan sebagai suatu bangsa, persamaan rasa atau karena kesamaan agama atau karena kesamaan yang mendiami satu wilayah? Tidak kata Bung Karno, Bangsa Indonesia itu timbul, ingin bersatu karena satu persamaan nasib dan juga timbul niat karena ada kehendak untuk bersatu.

 

ingin bersatu. Kemudian juga beliau mengutip pendapat seorang Filsuf juga seorang intelektual dari Austria Otto Weininger yang mengatakan bahwa bangsa itu adalah lahir timbul karena adanya persamaan karakter karena persamaan nasib. Bung Karno mengatakan Indonesia tidak cukup dengan itu, itu definisinya sudah agak ketinggalan karena waktu kedua tokoh itu menyampaikan definisinya belum berkembang suatu ilmu yang namanya ilmu geopolitik kata bung karno waktu itu. Lalu bangsa Indonesia itu siapa? Apakah bangsa Indonesia itu orang Minang, apakah orang Indonesia itu orang Batak dan seterusnya… bukan . apakah orang Indonesia itu akan kita definisikan karena kesamaan sebagai suatu bangsa, persamaan rasa atau karena kesamaan agama atau karena kesamaan yang mendiami satu wilayah.

Tidak kata bung Karno, kita itu Bangsa Indonesia itu bersatu karena satu persamaan nasib dan juga timbul niat karena ada kehendak untuk bersatu. Tapi semua itu belum cukup. Apa tambahannya? Tambahannya kata bung Karno harus ada rasa bersatu dengan tanah air tempat dia hidup, jadi bangsa Indonesia itu itulah bangsa yang mendiami seluruh wilayah yang dinamakan Hindia Belanda itu. Dan ada perasaan bersatu dengan tanah airnya, terlepas dari apa agamanya, apa sukunya, apapun rasnya, apapun dari golongan mana dia berasal. Tapi dia mendiami wilayah itu dan kemudian ada rasa bersatu dengan tanah tumpah darahnya , itulah bangsa Indonesia. Dan karena itu, mengapa Bung Karno menempatkan kebangsaan itu sebagai sila pertama dalam pidatonya, 1 Juni 1945.

 

Oleh karena itu, mari sekarang kita lihat dan hubungkan konteksnya dengan keberadaan kita sebagai bangsa Indonesia setelah kita merdeka. Mari kita baca naskah proklamasi apa bunyinya. Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia, hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta 17 Agustus 1945 atas nama Bangsa Indonesia Sukarno –Hatta.

 

Bila kita coba pahami naskah ini, tentunya sangat bersahaja. Menurut saya tidak, ada hal yang sangat mendalam yang terkandung dalam naskah yang tampak bersahaja itu. Apa yang terkandung dalam pengertian Kami bangsa Indonesia? Menurut saya pengertian yang terkandung adalah bahwa bangsa Indonesia itu telah ada sebelum Negara Republik Indonesia itu ada. Dan siapa bangsa Indonesia yang telah ada sebelum Negara Republik Indonesia, adalah tidak lain seperti yang didefinisikan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945.

 

Itulah bangsa Indonesia yang proklamasinya yang kemerdekaannya di proklamasikan 17 Agustus 1945, ungkap Dr. Palguna. Selanjutnya, mari kita lihat Pembukaan UUD 1945, Alinea ke empat yang menyatakan “kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada… kita sebut sebagai Pancasila”. Benar juga, tapi semua itu belum cukup. Apa tambahannya? Tambahannya kata Bung Karno harus ada rasa bersatu dengan tanah air tempat dia hidup, jadi bangsa Indonesia itu itulah bangsa yang mendiami seluruh wilayah yang dinamakan Hindia Belanda itu. (LK)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *