Menyikapi Putusan Mahkamah Agung Mengenai SKB Tiga Menteri, DPP GPP Keluarkan Seruan Moral
DPP Gerakan Pembumian Pancasila Mengeluarkan Seruan Moral atas diputuskannya SKB tersebut oleh Mahkamah Agung. Melalui surat No. 08/B/SMP.DPP-GPP/V/2021 yang dibagikan kepada awak media.
Berikut isi pernyataan seruan moral DPP Gerakan Pembumian Pancasila yang ditanda tangani oleh Ketua Umum DPP GPP Dr. Antonius D. R. Manurung, M. SI dan Sekretaris Jenderal DPP GPP Dr. Bondan Kanumoyoso, M. Hum.
Salam Pancasila…
SERUAN MORAL PANCASILA DPP GERAKAN PEMBUMIAN PANCASILA
Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pembumian Pancasila (DPP-GPP) menghormati Putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.
Ketua Umum DPP GPP Antonius D.R. Manurung, M. Si menyatakan “Sehubungan dengan Putusan pengabulan pembatalan SKB 3 Menteri tersebut, terkait perkara nomor 17 P/HUM/2021, terutama dikaitkan dengan berbagai permasalahan bangsa, khususnya deideologisasi Pancasila dengan semakin tergerus nilai-nilai kebangsaan bernafas Pancasila, Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pancasila (DPP GPP) menyampaikan pokok-pokok pemikiran sebagai manifestasi Seruan Moral Pancasila bagi seluruh pemangku kepentingan di negeri ini ” :
Pancasila adalah sumber dari segala sumber tertib hukum di Indonesia. Oleh karenanya, semua perundang-undangan, peraturan pemerintah, peraturan pemerintah daerah, dan produk hukum lainnya harus bersumber kepada jiwa dan roh yang ada di dalam Pancasila. Produk hukum yang dibuat di Indonesia tidak boleh menafikan pesan-pesan dasar yang ada di dalam Pancasila, yaitu Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan Keadilan.
Dalam kehidupan berbangsa, Pancasila bukan hanya menjadi Dasar Negara saja, tetapi juga menjadi ideologi dan spiritualitas bangsa, rumah bersama seluruh komponen bangsa. Pancasila mengayomi kebhinnekaan dan keberagaman di Indonesia. Sebuah Putusan Hukum yang menafikan nilai-nilai Pancasila sebagai kekuatan yang mengayomi bangsa Indonesia hendaknya ditinjau ulang dan bahkan dibatalkan.
Basis putusan MA tersebut di atas lebih berdasarkan pertimbangan secara ‘legal formalistis’ dan mengesampingkan substansi permasalahan sebenarnya yang lebih mendasar yaitu mengenai keluhuran dan kearifan nilai Pancasila, wawasan kebangsaan, dan hak asasi manusia, khususnya terkait kebebasan beragama.
Sesuai dengan hakikat otonomi daerah dalam mana mengenai hal agama merupakan kewenangan pemerintah pusat, maka kami memandang mengenai pengaturan yang menyangkut keagamaan merupakan kewenangan pemerintah (pusat) melalui Kementerian Agama RI untuk menetapkannya. Demikian halnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI berkewajiban menumbuhkan dan menjaga semangat kebhinnekaan, toleransi, moderasi bergama, serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi dunia pendidikan (siswa, guru, dan tenaga kependidikan), terutama untuk mengekspresikan iman, keyakinan, dan kepercayaan di lingkungan sekolah negeri.
Pemerintah dan DPR segera merevisi sejumlah pasal dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dijadikan dasar MA membatalkan SKB tiga Menteri tersebut. UU yang baru harus memberi kewenangan penuh kepada pemerintah pusat untuk urusan tata kelola sekolah negeri, termasuk pengaturan penggunaan pakaian seragam, dan atribut peserta didik demi menjamin terpenuhinya hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28I, Pasal 28J dan Pasal 29 UUD Hasil Amandemen.
Untuk itu, patut ditelaah apakah Putusan MA di atas semakin mendekatkan kita atau sebaliknya semakin menjauhkan dari cita-cita berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang majemuk, tetapi satu (Bhinneka Tunggal Ika), berkarakter toleransi, menerima perbedaan, adil dan makmur berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia seturut dengan cita-cita Proklamasi dan Pendiri Bangsa.
Presiden selaku Kepala Negara hendaknya tidaklah tinggal diam atas Putusan MA yang bersifat ‘legal formalistis’ dan berpotensi mengabaikan nilai-nilai fundamental yang ada dalam Pancasila. Kami mendesak Pemerintah dan bersama DPR secepatnya membuat Undang-Undang yang memberikan kekuasaan kepada Pemerintah Pusat untuk dapat mengambil tindakan kepada setiap penyimpangan yang dilakukan oleh sekolah-sekolah negeri dari tingkat dasar hingga menengah agar keluhuran dan kearifan Pancasila, keharmonisan masyarakat bangsa, serta eksistensi dan kewibawaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terjaga.
Meski telah diputuskan, Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pembumian Pancasila (DPP-GPP) tetap menghormati Putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama. Sembari berharap agar Presiden dan DPR RI dapat menyikapi masukan yang kami berikan, ujar Doktor Psikologi UMB ini.
Salam Pancasila!!!
Jakarta, 09 Mei 2021
DEWAN PIMPINAN PUSAT
GERAKAN PEMBUMIAN PANCASILA
Dr. Antonius Dieben Robinson Manurung, M.Si. Ketua Umum
Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum. Sekretaris Jenderal.
100 % INDONESIA, 100% PANCASILA